Memahami Dialektika Dalam 5 Menit

 

Dialektika adalah suatu pandangan filosofi dan analisis mengenai kontradiksi serta bagaimana kontradiksi tersebut mendorong perubahan. Dialektika berasal dari kata Yunani dialego, yang mempunyai arti “untuk membahas”, “untuk mendiskusikan”.

Konsep dialektika awalnya dicetuskan oleh Immanuel Kant. Kemudian lebih dikenal sebagai “Dialektika Klasik” atau “Dialektika Hegel”, karena Friedrich Hegel-lah yang menjabarkan dan mempopulerkannya.


Hegel percaya ada 3 unsur tahapan realistis yang muncul dari kontradiksi: Tesis, Anti-tesis, dan Sintesis.
·   Tesis adalah argumen atau pernyataan awal yang belum teruji kebenarannya. Tesis memiliki sifat hipotesis, dugaan awal, atau segala anggapan yang dianggap benar.
·   Anti-tesis adalah kontradiksi dari tesis, menjelaskan bagian-bagian yang salah dari tesis dengan argumen baru yang menunjukkan  ketidaksesuaian tesis. Anti-tesis hadir sebagai negasi, membenturkan dan membalikkan nilai kebenaran suatu tesis. Bagaimanapun, nantinya kebenaran tetap dipertahankan, yang disangkal hanyalah sisi salahnya saja.
·   Sintesis adalah hasil kontradiksi dari tesis dan anti-tesis. Sintesis mempunyai sifat yang mengevaluasi dan baru. Dalam hukum dialektik, dunia terus berkembang dan bergerak, sehingga sintesis nantinya akan menjadi suatu tesis baru. Dan begitu seterusnya tanpa henti, sampai dunia sampai pada titik absolute truth-nya.

Kita sebenarnya sudah melihat proses dialektika dalam kehidupan sehari-hari.
Di sebuah ruang diskusi, Roni menyampaikan suatu argumen(tesis).
Dimas menyanggahnya dengan menyodorkan suatu teori yang bertentangan dengan argumen Dimas(antitesis).
Dimas merevisi teorinya menjadi sebuah teori baru; menggabungkan teorinya sendiri dengan teori dari Roni(sintesis).

Hegel ingin lewat dialektika kita mampu melihat dunia secara realistis dan rasional. Bahwa suatu fenomena tidak terjadi begitu saja terjadi hanya karena kebetulan. Bahwa suatu kondisi manusia tidak hadir semata-mata karena hukum alam yang sudah menjadi jalan takdirnya, tanpa merperhatikan fenomena-fenomena di sekelilingnya.
Melainkan percaya, suatu fenomena tidak bisa kita pahami apabila berdiri sendiri, mengabaikan fenomena lain. Karena hubungan antar fenomena dengan berbagai kondisi di sekelilingnya lah yang kemudian dapat menjadi pertimbangan kita untuk menjelaskan fenomena tertentu.

Bagaimanapun, Hegel adalah seorang idealis. Dia menggagas bahwa sejarah terdiri dari “spirit”, berbagai unsur seperti pengetahuan, motif dan kebenaran. Begitulah Hegel menerapkan pemikiran dialektikanya. Sifat keji dan tercela akan berkontroversi dengan sifat yang ‘terpuji’ untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Umat manusia akan mengerti makna kehidupan dari kebenaran mutlak yang diperolehnya dari dialektika antar ide.
Pada dasarnya, Hegel mendasarkan dialektika pada ide dan pikiran belaka.

Kemudian hadirlah Marx, juga mengikuti filosofi Hegel tentang dialektika. Tetapi alih-alih menerapkannya pada konsep abstrak spiritualisme, dia menerapkannya pada matter atau materi  (hal-hal yang memang benar nyata/ ada, dapat kita lihat di kehidupan sehari-hari). Marx adalah seorang materialis, bukan seorang idealis layaknya Hegel.

Yang mana materi dan yang mana ide? Dijelaskan oleh Tan Malaka  dalam Madilog: “Yang matter, yaitu yang mengenai panca indra kita. Jadi yang nyata, yang bisa dilihat, didengar, dikecap, diraba dan dicium. Yang ide, ialah bentuk pengertian atau pikiran kita tentang benda tadi dalam otak kita!”
Benda ada di luar otak kita,
dan pikiran adalah bayangan dari benda yang ada di dalam otak kita.

Materialisme adalah suatu pandangan filosofi yang melihat dunia dengan objektif berdasar benda-benda yang benar-benar ada sebagai pondasi utama berpikir. Materialisme mengenal komponen-komponen utama dalam kehidupan yang mempengaruhi bagaimana kita memandang dunia. Contohnya adalah bagaimana dalam sistem kapitalisme, kondisi ekonomi sosial yang bisa kita lihat dan rasakan sekarang ini, mendorong sifat masyarakat menjadi egois. Karena dalam materialisme menganggap keegoisan manusia bukanlah sifat alami yang memang sudah ada sedari awal, melainkan muncul akibat kondisi dan lingkungan sekitar.

Matter tidak muncul dari “ide”. Tetapi matter itu sendiri lah sumber yang memunculkan ide – pemikiran. Bahwasanya penerapan paham materialisme dan idealisme saling berseberangan.

Jadi apa bedanya,
dialektika klasik yang berlandas ide spiritual yang tadi kita bahas,
dengan dialektika yang berlandas materi, atau biasa disebut materialisme dialektik?

Materialisme dialektis adalah suatu pendekatan berpikir secara dialektis berdasarkan konsepsi materialisme. Alih alih mengamati “spirit” yang abstrak, kita melihat hal-hal yang lebih nyata; kelas sosial, kepemilikan barang, hasil produksi dll.
Dan bahwa perkembangan keadaan/ realitas yang muncul dari zaman dahulu (sampai sekarang) adalah efek dari perjuangan kelas; yang memunculkan perubahan secara nyata dan sifat di setiap tahapannya.

Salah satu contohnya adalah bagaimana kelas borjouis menentang sistem feodal dan berhasil menggantinya dengan sistem kapitalisme, yang saat itu dianggap sebagai opsi yang lebih baik. Bagaimanapun, kapitalisme bukanlah suatu sistem yang bisa kita terapkan selamanya. Kapitalisme hanyalah sistem yang “lesser evil” dibandingkan dengan feodalisme. Kegagalan kapitalisme lekas akan disadari kelas proletar, sampai kelas proletar akan menentang kelas borjuis (dan sistem kapitalisme) untuk menggantikannya dengan sistem sosialisme.

Secara kasar, tesis – antitesis – sintesis dapat dituliskan berurutan sebagai: borjuis, proletar, masyarakat tanpa kelas dan atau feodalisme, kapitalisme, sosialisme.


Post a Comment

Previous Post Next Post