Volume 5 -
Perkiraan Jarak Antara Dua Insan – It walks by past
· Chapter 1: Meja Pendaftaran Ada di Sini
2. Masa Lalu: 42
Hari yang Lalu
Hari Jumat pada
hari terakhir pekan perekerutan siswa baru sering disebut dengan istilah Festival
Perekrutan Anggota Baru. Sepertinya disebut seperti itu bukan karena ada
seseorang yang secara khusus menamakannnya seperti itu, tapi hanya karena istilah
itu jauh lebih nyaman untuk dikatakan.
Para siswa
baru tersebut, melewati seluruh pekan ini.
Mulai hari
Senin, para siswa baru berkumpul di gedung olahraga setelah sekolah dan duduk untuk
mengikuti beberapa orientasi. Hari Senin adalah waktunya perkenalan Perwakilan
Kelas. Setelah itu muncul para komite penting sekolah. Mulai hari Selasa,
berbagai klub bergantian tampil di panggung menunjukan kepada para siswa kelas
satu, betapa mengagumkannya mereka. Bagaimanapun juga, mempertimbangkan jumlah
klub yang ada, maka masa orientasi diadakan selama empat hari.
Hal yang
sama juga terjadi tahun kemarin, tapi aku tidak tertarik untuk pihak yang
‘memohon’, jadi aku langsung pergi. Sekarang karena tahun ini aku berada di pihak
yang ‘memohon’, aku rasa setidaknya harus mengintai mangsa. Jadi pada hari
Selasa, Chitanda menarikku dan kami mengintip sedikit ke gedung olahraga.
Setiap grup
dijatah lima menit untuk tampil. Di saat itu, Klub Teater melakukan sebuah
adegan pendek yang lucu, Klub Penelitian Baju melakukan sebuah fashion show, Klub Paduan Suara dan Klub
Acapella memamerkan perbedaan musik
di antara keduanya, dan Klub Olahraga Lari-dan-Lapangan membawa sebuah matras
untuk menunjukkan lari lompat tinggi.
Ada juga
klub-klub yang sangat tidak beruntung. Klub Penelitian Ramalan tidak hanya mempunyai
satu anggota, tapi satu anggota itu juga sama sekali tidak suka untuk unjuk
kebolehan. Dengan suara lembut, dia memberi sebuah penjelasan singkat tentang
sejarah Kabbalah dan segera
menurunkan micnya lalu pergi. Klub
Penelitian Memasak mempunyai ketidakberuntungannya sendiri. Kita tidak bisa langsung
membuat sesuatu ketika kita harus langsung ke panggung. Mereka hanya bisa
mengajak kelas satu untuk datang mengunjungi meja mereka saat minggu terakhir Festival
Perekrutan Anggota Baru berlangsung karena mereka akan menraktir semuanya
dengan masakan tumbuhan gunung. Klub Go
memainkan sebuah permainan kepada penonton, tapi mereka gagal menunjukkannya entah
bagaimana kau melihatnya. Mereka tidak mempunyai sebuah papan petunjuk yang besar,
jadi para penonton bahkan tidak bisa melihat di mana mereka meletakkan
batu-batu permainan mereka. Akan beres andai saja ada seseorang yang membacakannya
dengan keras, tapi sepertinya hanya ada dua orang di klub tersebut. Seperti
waktu yang membeku di tempat, dengan putus asa sangat ingin kabur.
Tapi ini
bukanlah waktu maupun tempat untuk merasa kasihan kepada Klub Go. Lima menit merupakan waktu yang
cukup panjang.
Klub Klasik
dijadwalkan tampil hari Kamis. Karena mereka masih menyesuaikan diri setelah
naik kelas dua, Satoshi dan Ibara seringkali sibuk sehingga mereka tidak begitu
sering datang ke ruang klub. Pada Hari Rabu, bagaimanapun, semuanya bisa
berkumpul.
“Apa yang
sedang kita lakukan?”
Dalam
pertanyaanku ini tidak hanya aku penasaran bagaimana kami semestinya mengisi
jatah lima menit kami, tapi yang jadi masalah utama aku juga penasaran apakah
kita mampu melakukannya.
“Untuk
sekarang mari lakukan saja yang terbaik,” sahut Ibara dengan suara yang dengan
jelas menyarankan dia tidak akan melakukan yang terbaik.
“Aku setuju,
mari lakukan yang terbaik,” aku menjawab dengan ketus.
Saat aku
mengatakannya, entah bagaimana, dia membalas, “Mencoba yang terbaik pada apa?”
Bagaimana
aku tahu? Kau kan yang pertama mengatakannya.
“Selama ini,
aku menjadi ketua klub, jadi secara teknis harusnya aku orang yang berbicara
menjelaskan apa yang membuat Klub Klasik menarik, tapi…”
Chitanda
juga ikut mengelak. Melihatnya ragu ketika mengatakan kalimat itu, dia pasti tidak
bisa berpikir hal-hal yang menarik. Tidak hanya itu.
“Chitanda,
meskipun kau pergi ke atas panggung mencoba mempromosikan Klub Klasik, aku
tidak berpikir ada orang yang akan datang.”
“Apa kau
serius? Coba lihat ke sebuah cermin lain
kali kau mengatakan sesuatu seperti itu.”
“Tidak, itu
tidak apa-apa,” kata Chitanda kepada Ibara yang berselisih. “Aku tahu aku tidak
pandai meminta orang untuk meminta melakukan sesuatu.”
Chitanda
mempunyai sebuah keinginan kuat dan ketulusan yang tidak terbatas, tapi di lain
sisi, karena keinginannya yang sangat satu sisi itu, dia tidak bisa menggunakan
trik-trik cerdik. Jika kita punya peralatan yang dibutuhkan untuk meyakinkan
mereka berkumpul ke sini, metodenya Chitanda mungkin bakal berhasil, tapi
sayangnya, kita tidak punya apa-apa.
Bisa dikatakan,
Ibara benar tentang aku yang perlu berkaca. Jika aku dipaksa menghadapi siswa kelas
satu, aku pasti hanya bisa mengatakan sesuatu seperti “Kami tidak benar-benar
melakukan sesuatu, tapi kami punya sebuah ruang klub, jadi jika kamu bisa mampir,
itu pasti sangat bagus.”
Akan tetapi,
aku masih keberatan dengan Ibara yang melakukannya.
“Chi-chan,
aku tidak pernah berpikir kau buruk dalam hal ini. Jika aku yang melakukannya,
aku hanya akan mengatakan sesuatu yang tidak penting.”
Sepertinya
orang yang menjadi pertanyaan juga memahami ini.
Saat ini,
hanya ada satu orang yang tersisa.
Satoshi
menunjukkan pandangan sukar pada wajahnya, tapi terlihat jelas matanya
tersenyum.
“Aku ragu
apakah aku orang yang tepat untuk tugas ini. Tapi jika tidak ada solusi lain
dan kalian sangat membutuhkanku, seharusnya aku bisa membuang sedikit waktu.”
Dengan ini,
sekarang waktunya Satoshi untuk bersinar.
“Jika
semuanya setuju dengan rencana hari Kamis, kalian harus mulai menentukan apa
yang akan kalian lakukan pada hari Jumat. Yang terpenting, jika kalian
berencana menggunakan api atau gas, kalian besok harus menyetorkan formulir
permintaan.”
Satoshi
mengatakan ini sebagai OSIS, lalu berdiri. Aku tidak tahu dia telah terpilih
menjadi wakil ketua OSIS yang akan terus sibuk sampai nanti.
Lalu
datanglah hari Kamis, seusai sekolah. Satoshi Fukube berdiri di panggung gedung
olahraga sebagai perwakilan tunggal Klub Klasik dan melontarkan bermacam-macam
kalimat cerdas dan tepat, seperti “Saat perjalanan ke sini, aku mendengar
banyak keributan dari Klub Pembangunan, tapi entah bagaimana aku melihatnya,
aku tidak bisa melihat apapun. Klub Klasik, teman-teman.” [sejenis permainan
kata] Humornya yang mudah ditangkap mengundang banyak tawa dari para siswa kelas
satu, dan cara bicaranya yang sangat baik disusun sempurna dalam empat menit
tiga puluh detik. Dia menerima tepuk tangan yang jarang diberikan, lalu turun
dari panggung karena selanjutnya giliran Klub Perhitungan Sempoa .
Bahkan
sekarang, aku mengagumi karunia luar biasa teman lamaku ini.
Bagaimanapun
juga, pidato Satoshi hampir tidak ada kaitannya dengan Klub Klasik yang
sesungguhnya. Meskipun tidak ada yang perlu dibicarakan, dia dengan cerdas
mengisi jatah waktu yang ditargetkan. Itulah kemampuan spektakulernya, dan hal
yang tidak pernah aku harapkan untuk aku tiru.
Dan kini berganti
hari Jumat . Langitnya sangat terang.
Di depan
gedung SMA Kamiyama, di sekitar taman, ada beberapa tempat yang ditandai dengan
semak-semak. Saat istirahat makan siang, setiap Klub dan anggota OSIS menata
meja di sana. Karena semak-semak yang menyebar, meja-mejanya tidak bisa disusun
berpola satu garis lurus, sehingga, meja-meja di kedua sisi membelok bercabang.
Aku datang
untuk menata meja Klub Klasik. Satoshi sibuk dengan pekerjaan OSIS-nya, dan aku
begitu mempercayai mottoku, “Jika aku tidak harus melakukan sesuatu, maka tidak
akan aku lakukan,” tapi aku tidak nyaman untuk menyerahkan semua pekerjaan ini kepada
Ibara dan Chitanda. Aku membawa meja dan kursi lipat, lalu waktu makan siang
berakhir. Selama pelajaran sore di kelas, aku bisa melihat tempat yang aku tata
dari jendela, tapi selusin meja yang ditata di depan taman terlihat seperti
sebuah labirin yang misterius.
Sebelum bel
pertanda kelas berkahir dibunyikan, kelasku, 2-A, mulai resah. Aku mendengar bermacam-macam
bisikan yang ada di segala arah.
“Bagaimana
persiapannya?”
“Sebelumnya,
kita harus memulainya dengan ini.”
…dan hal hal
lainnya yang serupa. Ada seorang siswa yang tergesa-gesa mengenakkan ban lengan
dengan tulisan “Kemenangan Pasti!” ketika dia masih berada di dalam kelas. Ada
juga yang lain, memaksakan untuk menyimpan sebuah barang besar di lacinya. Aku
bahkan tidak bisa menebak mereka dari klub apa saja, meski aku paham tentang
tergesa-gesanya. Jika kau terlalu terlambat untuk mendapatkan kelas satu
sebelum mereka pergi, semua persiapan tersebut akan sia-sia. Sebuah permulaan
menjadi hal yang sangat penting.
Bel
berbunyi, dan pelajaran berakhir. Semua teman kelasku segera berterbangan
keluar pintu seperti salju yang turun dengan deras. Kemungkinan besar, adegan
ini sama dengan semua ruang kelas dua dan tiga. Meskipun sedikit enggan,
akhirnya akupun ikut dengan ‘salju’ tersebut.
Taman yang tadinya
masing-masing tempat ditandai oleh garis kosong untuk meja nanti kini sudah dibanjiri
oleh bermacam-macam poster, papan tanda, dan surat selebaran. Bahkan sekilas,
aku melihat tulisan-tulisan: “Kunjungi Klub Kimia! Semoga hubungan mendatang
kita bisa terbakar!” “Ingin mempertaruhkan masa mudamu? Langsung saja ikuti,
Klub Bola Basket ada untukmu!” “Nikmati membuatnya, lalu bersenang-senanglah
untuk mengenakannya! Perkumpulan Penelitian Baju” “Dinasti Han telah jatuh, dan
kini waktunya Klub Penelitian Sejarah!” (permainan kata) “Satu orang lagi dan
kita akan bersebelas! Bergabunglah dengan Klub Sepakbola.” Regu Penyemangat mengibarkan
sebuah bendera, Klub Cheerleading
membentuk sebuah lingkaran besar, aroma teh hitam mulai singgah dari Klub
Penelitian Penjualan Gula, Klub Upacara Minum Teh secara rajin menata alas
kaki, dan banyak orang dengan ikat kepala mengumpulkan siapa pun yang ada, jika
aku mengingatnya dengan benar, mereka bagian dari Klub Penyiaran Radio. Bahkan
tidak sampai sepuluh menit berlalu sejak bel sekolah berbunyi, dan sudah sangat
banyak hiruk pikuk yang tidak kunjung reda.
Semua ini
dimulai jam 3:30, dan dijadwalkan untuk benar-benar selesai saat sudah jam 6:00.
Kegilaan dua jam ini umumnya dikenal sebagai Festival Perekrutan Anggota Baru.
Fakta penamaan “perekrutan” tidak berarti “mengajak dengan hangat” tapi lebih “yang
terpenting mengajak siapa pun”, merupakan sesuatu yang sangat menjadi ciri khas
sekolah ini.
Kebanyakan
klub mempunyai sebuah meja biasa, tapi tergantung dengan jumlah anggota,
popularitas, dan beberapa unsur politik yang tidak terlihat, karena ada beberapa
klub lain yang mempunyai meja yang besar. Tentu saja, hal itu sudah ditentukan
sebelumnya tentang klub mana yang akan mendapatkannya. Klub Klasik mendapatkan
meja nomer 17, jadi aku berjalan-jalan untuk mencarinya, lalu Chitanda
memanggilkanku, “Oreki-san, di sini.”
Aku tidak
terlalu berharap banyak, tapi sesuai dugaan, meja kami terletak di pojok. Di
situ ada sebuah papan kecil bertuliskan “Klub Klasik”. Tulisannya sangat bagus,
dan juga terlihat ramah. Tanpa tanda ini, tidak akan ada yang tahu klub macam apa
yang kita ajak kepada mereka untuk bergabung, meski kami belum menyinggung untuk
melakukan persiapan semacam ini. Mungkin melihat ekspresiku, Chitanda sedikit tertawa
yang bertentangan dengannya.
“Aku
membuatnya ketika istirahat makan siang. Mungkin seharusnya aku membuatnya
lebih indah lagi, tapi sat itu aku tidak memikirkannya.”
Berarti ini
adalah tulisannya Chitanda. Aku pikir dia akan menuliskannya secara biasa di
kertas buku, tapi secara mengejutkan dia melakukannya dengan gaya bebas.
Seperti yang dia katakan, sekilas itu tidaklah bagus. Mungkin akan lebih bagus lagi
kalau Ibara menggambar sebuah gambar orang kecil di papan tersebut, tapi tetap
saja peninjauannya 20/20.
Chitanda
mengenakan sebuah jas dan duduk di kursi lipat. Baju depannya tidak dikancing,
sehingga kemeja dan dasinya terlihat. Aku juga mengenakan sebuah jas putih. Festival
Perekrutan Anggota Baru disekeliling kami punya banyak semangat yang membara,
tapi meskipun seperti begitu, tidaklah wajar untuk sedingin ini di bulan April.
Melihat ke sekeliling, hampir semua orang yang merekrut maupun direkrut
semuanya mengenakan baju tebal.
Disamping
Klub Klasik ada Klub Melukis dan Klub Karuta.
Tiap-tiap dari mereka mempunyai satu orang yang menjaga. Aku memberikan salam
yang samar, dan lewat menyelip di antara mereka. Lalu aku duduk di samping
Chitanda, tepat di tengah tanda “ Klub Klasik”.
Satoshi kali
ini tidak bisa datang. Dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai OSIS, jadi tidak
bisa dielakkan lagi. Lalu Chitanda bicara.
“Sepertinya
Mayaka-san tidak bisa datang.”
“Klub
Manga?”
“Aku pikir
karena itu, meski dia juga tidak harus pergi ke tempat mereka.”
Aku hanya
diam dan mengangguk. Aku mendengar kalau posisi Ibara di Klub Penelitian Manga
menjadi sesuatu yang sulit. Mungkin itu menjadi sulit baginya bahkan hanya untuk
sekedar melihat wajah mereka. Bagaimanapun juga, kita akan menuju masalah kalau
Ibara datang sekarang. Meskipun aku pikir agak besar ketika tadi aku membawaanya,
melihat sekarang, ternyata mejanya sama sekali tidak sebesar meja yang berukuran
besar.
Lebih
tepatnya, ini sangat kecil.
Hanya dengan
kami berdua duduk berdampingan, sudah sedikit sulit untuk bernafas. Apakah
Chitanda sudah sedikit berpikir untuk bergeser, memberikan aku ruang bernafas sehingga
aku akan sangat nyaman, sayangnya, dia aneh dalam memahami ruang pribadi
seseorang, jadi fakta kalau kita cukup dekat sehingga bahu kami saling bersentuhan
sama sekali tidak mengganggunya.
Aku
mengambil nafas kecil. Bersikap tenanglah. Tidak hanya aku yang merasa kram.
Contohnya dalam pandanganku, aku bisa melihat Klub Fotografi dan Klub Tindakan
Sedunia bersesakan sangat dekat bersama-sama, dan kami semua harus
mempromosikan klub kami selagi terkubur dalam kesesakan ini.
Bagaimanapun
juga, aku harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan perhatian dari siswa kelas
satu yang terus berlalu.
Dengan
ekspresi tertarik yang masih dengan jelas terintimidasi oleh keberadaan senior
mereka dan kebiasaan yang jauh dari SMP mereka, siswa kelas satu perlahan
berdatangan. Saat itu, aku yakin aku mendengar suara orang-orang menjilat bibir
mereka, berpikir korban mereka akhirnya datang. Bujukan palsu dalam senyuman
mengisi acara Festival Perekrutan Anggota Baru.
Klub Klasik
juga tidak boleh kalah. Sekarang, sekarang datanglah saudara-saudari. Datanglah
ke sini, siapapun yang punya sedikit waktu luang. Jika kalian ingin bergabung
dengan Klub Klasik yang luar biasa, meja pendaftaran ada di sini.
Setelah lima
menit, aku bosan.
Tidak ada
yang bahkan berhenti di meja kami.
“Aku memang bilang
aku akan mendapatkan beberapa siswa kelas satu, tapi bagaiamana caranya,”Aku
mengeluh seraya memandang para siswa baru yang berlalu. Chitanda duduk dengan
tegak, tangannya dia letakkan di paha, dan tanpa melihatku ketika dia merespon.
“Jika saja
kita punya beberapa lem perangkap burung, ini akan sederhana.”
Aku pada
dasarnya tahu apa itu lem perangkap burung, meski aku belum pernah melihatnya.
Paling itu hanya sesuatu seperti jaring serangga, kan?
“Bukankah
jaring burung akan lebih efisien?”
“Mungkin,
tapi itu ilegal.”
“Aku tidak
berpikir ada orang yang tahu.”
“Oreki-san,
apakah kau tipe orang yang mengabaikan lampu merah di malam hari?”
“Aku tipe
orang yang tidak pergi di tengah malam.”
Percakapannya
sangat tidak produktif, membuat perasaanku
semakin buruk.
“Kau tahu aku
sebagai tipe orang yang berhenti saat lampu merah.”
“Tidak ada
lampu lalu lintas di kala jalan-jalan malamku.”
Ini sungguh
tidak produktif.
Aku tahu
sesuatu seperti ini akan terjadi, maka aku mengeluarkan buku di saku jasku. Aku
mulai membaca koleksi cerita pendek, lalu bicara kepada Chitanda yang
melanjutkan berwajah tepat seperti seorang resepsionis.
“Kita tidak
punya sesuatu untuk dilakukan, jadi aku akan membaca.”
Saat aku
mengatakan ini, Chitanda akhirnya mengalihkan wajahnya kepada diriku, dan
dengan senyum lembut dia mengatakan, “Itu tidak akan terjadi.”
“Tapi tidak
ada yang datang.”
“Itu tidak
akan terjadi. Duduk dan diam saja di sini.”
Baiklah. Aku
mengembalikan buku tadi ke sakuku. Memikirkan hal tersebut, jika aku membaca
seperti maka aku terlihat tidak minat dengan festival ini, jadi aku pikir siswa
baru akan sulit untuk datang ke meja ini.
Di lain
sisi, jika aku tetap diam seperti ini sampai sore, maka akan semakin dingin dan
dingin. Aku menyilangkan tanganku di belakang kepala.
Chitanda
juga terlihat sepertinya menghabiskan waktu dengan kedua tangannya. Entah seberapa
kuat rasa tanggung jawabnya, dia bukanlah benda mati, maka kami mungkin seharusnya
pergi jika selanjutnya tidak ada apapun yang terjadi. Dia mengalihkan wajahnya
ke samping dan sepertinya melihat seorang murid yang bersemangat dari klub
lain.
Oranng-orang
terus berlalu. Untuk beberapa alasan, melihat ini semua, aku bicara.
“Tempat yang
terkutuk benar-benar ada.”
“Ya, ternyata
ada.”
Dia langsung
menjawab. Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi.
Tidak lama
lagi, Chitanda menghadap ke diriku dan memiringkan kepalanya.
“Bukan itu
yang sedang kau bicarakan?”
Yang
dimaksud ‘itu’ merujuk ke mana? Aku memilih untuk tidak memikirkannya dan
menyandar ke belakang pada kursi lipat.
“Kau tahu,
salah satu dari hal-hal semacam itu. Di suatu tempat seperti daerah
perbelanjaan atau area pinggir jalan, meskipun itu bukanlah lokasi yang buruk dibandingkan
toko-toko lain, kau punya sebuah tokoh yang sudah lama ditutup dan digantikan dengan
yang baru. Sebelum kau menyadarinya, ada sebuah toko baru di sana, dan entah
apa jenis toko itu, itu bukanlah masalahnya. Aku hanya berpikir kalau
tempat-tempat seperti itu benar-benar ada.”
“Ah, aku tahu.
Sebuah tempat yang terus berganti kepemilikan. Itu misterius, tapi sekali
mereka mengganti papan tandanya, aku sepertinya tidak akan ingat sebelumnya
adalah toko apa.”
“Benarkan?
Ketika tokonya sering sepi, kau akhirnya lupa kalau di situ ada sebuah toko.”
Chitanda
mengangguk dan ekpresinya memohon diriku untuk melanjutkan. Aku ingin
menghindari matanya jadi aku sekilas memalingkan pandangan. Seperti menjauhkan
perhatian dari hal itu, aku secara pelan mengetuk meja menggunakan punggung
tanganku.
“Aku merasakan
perasaan yang sama di sini.”
“Di sini,
maksudmu di tempat ini?”
“Ya.”
Salah satu
barisan meja ditempatkan di sekeliling pagar tanaman yang melingkar.
Berdasarkan pernyataan resmi OSIS, Klub Klasik merupakan klub yang ditempatkan
di sebuah taman yang dibersihkan, akan tetapi, aku sudah melihat jalan untuk ke
situ yang para dibersihkan oleh para siswa sedari tadi namun masih belum
terlihat baik.
Ketika siswa
kelas satu memasuki lingkaran tersebut, punggung mereka menghadap kami. Jika
para siswa tidak tertarik dengan apa yang terjadi dan memutuskan untuk pergi
lewat gerbang sekolah, mereka bahkan tidak sekalipun memandang kami, akan
tetapi, jika ada yang penasaran, meskipun cuma sedikit, dan mereka memutuskan
untuk melihat-lihat, mereka akan langsung berada di depan meja kami. Melihat
dari alur keramaiannya, tempat ini seharusnya sama sekali tidak memberikan
kesan buruk.
Belum lagi,
untuk beberapa alasan tidak ada siswa kelas satu yang banyak berhenti di depan
sini. Mereka bahkan tidak melihat tanda Klub Klasik dari tulisan tangan
Chitanda.
“Sepertinya mereka
sulit untuk berhenti berjalan-jalan dan datang ke sini entah kenapa
Saat
Chitanda melihat sekelompok siswa lewat di depan kami, perlahan dia menjawab.
“Aku rasa
masalah terbesar adalah karena kita tidak memanggil mereka.”
Suara keras
dari setiap klub saling bersautan di udara melewati taman depan. “Hey, kau
sepertinya orang yang pandai kuis. Aku yakin kau sedang mencari sebuah kuis
bahkan saat kita bicara. Aku mengerti akan dirimu. Kalau begitu, pertanyaan
pertama!” “Kami juga mengadakan debat Bahasa Inggris. Nilai Bahasa Inggrismu
pasti akan meningkat; biasanya begitu.” “Tidak, tidak, aku akan mengikuti
peraturannya. Ini mudah jika kau mengingatnya. Jika kau fokus dimana “emas” dan
“silver”nya berada, maka akan sangat bagus!”(emas dan silver mengacu pada
bagian permainan Shogi, catur versi Jepang.) “Apa kau tidak pandai memasak?
Tidak apa jika memang tidak pandai memasak, karena kau akan menjadi lebih baik
di Klub Memasak. Datanglah ke ruang Klub kami dan kami akan langsung
membuatkanmu sesuatu!” “Klub Astronomi, Klub Astronomi ada di sini! Apa kau
menyukai bintang? Mencintai planet? Meskipun pada dasarnya kita tidak dapat
melihat mereka sekarang.” Aku baru menyadarinya, tapi bahkan anehnya Klub
Melukis dan Klub Karuta memanggil siswa-siswa yang berlalu.
Memang, diam
saja dan mengeluh kalau ‘tidak ada yang berhenti’ kelihatannya agak tidak masuk
akal.
Saat itu,
Chitanda mengatakan ini.
“Meskipun,
dengan hal ‘itu’ tepat di depan kita, ini sungguh kelihatan sedikit tidak
adil.”
Ketika
mengatakan ini, dia mengindikasi apa yang dia bicarakan dengan matanya.
‘Itu’
ditunjukkan di depan siswa-siswa yang berlalu. Sebuah spanduk besar bertuliskan
“Bersiaplah untuk Waktu Minum Teh.” Itu spanduk yang sangat indah dengan maskot
kucing dan panda dibordir dengan manik-manik. Semerbak teh hitam tercium dari
situ. Di meja tersebut ada sebuah termos, dua tumpukan cangkir kertas, sebuah
formulir klub, dan sebuah pulpen. Di ujung meja juga ada kompor gas dan sebuah
ceret emas, jenis ceret yang mungkin tim olahraga akan minum saat sebuah
pertandingan. Ceret bersinar itu sepertinya sepertinya dapat membawa 10 liter.
Saat itu, kompornya tidak menyala.
Dan hal yang
paling mencolok adalah labu di lain sisi dari kompor gas. Benda yang sangat
besar ini mempunyai mata dan mulut yang terukir seperti dekorasi Halloween.
Apakah Halloween berlangsung di bulan April?
Di tengah
belakang meja ada dua gadis. Keduanya hanya mengenakan celemek di luar seragam
sekolah mereka. Meskipun begitu, mereka sangat bersemangat hingga sepertinya hawa
dingin ini tidak sampai ke mereka. Di antara labu dan kompor gas, mereka dengan
penuh semangat melambaikan tangan mereka.
“Datanglah
dan coba segigit. Kue yang pasti kalian suka! Bagus, silakan!”
“Sebenarnya,
kita memasukkan campuran misterius di dalam kue-kue ini. Sekarang kau telah
jatuh ke perangkap kami. Kau ingin ikut ke klub kami sekarang. Iyakan, kau
benar-benar ingin bergabung. Kau sangat ingin bergabung sehingga kau tidak bisa
menahannya lagi. Kertas pendaftarannya ada di sini.”
“Ya, ini kue
jenis itu. Aku akan merasa tidak enak kalau itu tersangkut di tenggorokanmu,
jadi minumlah teh hitam ini.”
Saat dia
mengatakan ini, dia mengambil termos dan menuangkan tehnya ke cangkir kertas.
“Hey kau,
yang di sana. Kau sepertinya orang yang suka kue!”
“Ah kau
benar! Dia benar-benar punya wajah yang sangat cocok untuk memakan kue.
Sekarang makanlah. Tidak apa-apa, makan saja!”
Entah
bagaimana aku merasa aku pernah bertemu mereka berdua. Entah siapa, aku
penasaran. Aku tidak merasa kalau aku pernah melihat wajahnya sebelumnya.
Sepertinya
mereka sudah menyiapkan banyak kue. Mereka terus memberi satu setelah yang lain.
Aku tidak tahu apakah rencana mereka benar benar-benar untuk mendapatkan siswa
untuk bergabung, tapi mereka tentu saja membuat banyak siswa berhenti.
“Klub
Penelitian Penjualan Gula?”
“Ya, kau
tidak bisa menahan untuk melihat ke sana, benar-benar membuat lupa tentang Klub
Sastra Klasik.”
Menggunakan
makanan untuk memancing siswa baru bergabung, sungguh pasangan yang pengecut.
Bagaimanapun juga, mereka yang membiarkan hati mereka tercuri oleh sesuatu
seperti kue mungkin orang-orang yang ceroboh. Mereka tidak akan cukup baik
untuk masuk ke Klub Klasik. Saat aku sedang bermain di dalam kepalaku dengan
tuduhan tanpa landasan apapun dan retorik “kami orang yang terpilih”, aku
menyadari Chitanda terlihat sedikit aneh di sampingku. Dia memandang dengan
sungguh-sungguh ke meja Klub Penelitian Penjualan Gula tanpa banyak bergerak.
Tidak
mungkin… Aku memanggilnya dengan ketakutan di suaraku.
“Chitanda?”
“Huh… oh,
ada apa?”
Chitanda
yang kaget menoleh ke diriku, dan aku bertanya kepadanya.
“Mungkinkah…”
“Ya?”
“…kau ingin
sepotong kue?”
Chitanda
berpikir sejenak lalu menjawab dengan ekspresi yang tulus.
“Jika aku
bilang tidak, maka aku berbohong.”
“Tidak apa
jika kau ingin ke situ dan mendapatkannya.”
“Terima
kasih banyak, tapi aku tidak bisa. Kita punya prioritas lain.”
Sekali lagi,
dia memalingkah kepalanya untuk memandang ke Klub Penelitian Penjualan Gula.
“Bukankah
ada sesuatu yang aneh di sana?”
Terkena
jebakannya, akhirnya aku melihat sekali lagi. Si duo enerjik. Termos,
cangkir-cangkir kertas, dan kertas pendaftaran klub. Kompor gas di atas meja,
labu, dan kue-kue.
…Aku tidak
bisa menyangkal kalau tentu saja ada hal-hal aneh yang ada di meja. Hal teraneh
mungkin adalah betapa bersemangatnya mereka berdua.
Di lain itu,
mungkin ada satu atau dua hal aneh.
“Aku pikir
kau benar. Itu aneh.”
Aku tidak
berhati-hati sehingga tidak sengaja mengucapkan hal itu. Chitanda
tiba-tiba mendekat kepadaku. Karena
mejanya sangat kecil, ketika dia melakukannya, aku bisa merasakan dia sangat
dekat terhadapku sehingga membuatku langsung mundur ke belakang tanpa berpikir.
“Benarkah?
Bagian mana yang ganjil?”
“Apa
maksudmu dengan ‘bagian yang mana’? Kau kan yang tadi mengucapkannya terlebih
dahulu, kan? Cuma itu.”
Atau mungkin
dia sedang bermain sejenis permainan pikiran kelas tinggi denganku, mengucapkan
“kata ‘aneh’ dengan cara pengucapan Klub Penelitian Penjualan Gula.” [Di Bahasa
Jepang, cara pengucapan ‘aneh/ okashii’
mirip dengan cara pengucapan yang berarti ‘gula/ okashi’.]
Chitanda melirik
ke keributan yang terjadi karena pembagian kue lalu berbisik sesuatu.
“Aku tahu,
tapi sejak tadi aku tidak bisa berhenti merasakan sesuatu yang aneh sedang
terjadi. Aku terus memikirkannya, dan rasanya membuatku frustasi.”
“Oh, itu
mungkin hanya…”
“Tunggu
dulu!”
Aku berhenti
bicara dan menelan kembali kata-kata yang hampir keluar.
“Tolong
jangan beritahu aku dulu. Aku masih mencoba untuk menebak jawabannya. Ya, aku
merasa aku memahaminya entah bagaimana.”
Aku diminta
untuk mencari jawabannya, tapi aku tidak boleh mengatakannya. Ketika aku berpikir
betapa langkanya kejadian ini, aku memandang sisi samping wajah Chitanda yang
dekat dengaku ketika dia sedang memandang Klub Penjualan Gula.
Akhirnya,
dia terlihat yakin.
“Labunya.
Aku punya firasat kalau labunya yang aneh.”
Labu jingga
tua itu punya dua mata berbentuk segitiga dan sebuah mulut yang bergerigi.
Entah bagaimana kau melihatnya, itu hanya Jack
O’Lantern biasa, tapi aku bisa paham kenapa itu bisa membuat mata seseorang
terlihat membesar.
Akan tetapi,
Chitanda mempunyai pemikiran yang berbeda.
“Benda-benda
semacam itu tidak boleh ada di Jepang… Tidak, itu tidak benar. Itu hanya sebuah
jenis labu biasa.”
“Benarkah?”
“Labu tumbuh
di musim panas, tapi sepertinya mereka menyimpannya dengan baik, tidak aneh
kalau labu-labunya busuk.”
“Aku paham.”
“Labu-labunya
belum dikenal secara luas sebagai labu panen untuk dijual. Aku tidak berpikir
ada keluarga pertanian yang menanamnya di Kota Kamiyama.”
“Aku
terkejut.”
“Tapi kau
bisa membelinya di supermarket. Itu
produksi dalam negeri? Atau mungkin itu jenis impor.”
“Kenapa kau
melihatnya dengan sudut pandang yang berhubungan dengan pertanian?”
Itu bukan
masalahnya. Ketika dia terus melewatkan pokok utamanya dengan baik, aku yang
memilih untuk tetap diam, merupakan sebuah perbuatah jahat.
Chitanda
berbisik padaku beberapa hal lagi untuk dirinya sendiri, tapi akhirnya dia mengeluarkan nafas kecil.
“Aku pikir
semuanya sampai sekarang itu salah. Aku tidak tahu. Aku menyerah. Kenapa aku
sangat penasaran dengan labu itu?”
Dia menjadi
malu, seakan-akan meminta maaf atas sifat keras kepalanya tadi.
“Aku
penasaran.”
Biasanya aku
akan menganggap ini sebagai sebuah hal yang menyusahkan.
Tapi
bagaimanapun, tingkat penasaran Chitanda yang tidak terbatas tidak hanya
membuat masalah untuk Klub Klasik, tapi terhadap seorang pendukung penghemat
energi di sini ini. Berpikir secara rasional tentangnya, bahkan aku tidak
memecahkan sebagian besar dari masalah-masalahnya, bukan berarti aku ingin lebih buruk dari aku yang
sekarang, terlebih, aku bahkan tidak paham kenapa aku berakhir di sini selalu
bersama dengan banyak kasus-kasus seperti ini. Aku rasa mata besar Chitanda
ingin menyalahkan.
Bagaimanapun,
hari ini karena Chitanda bilang dia penasaran dengan kejadian yang ada di
tempat ini, aku tidak merasa itu mengganggu. Meskipun, duduk di belakang meja
ini, aku tidak boleh membaca buku ataupun bangun dan pergi. Jika aku hanya
duduk di meja ini, aku merasa membahas sebuah hal bukanlah hal buruk.
Pada saat
yang sama, aku sudah hampir tahu secara keseluruhan maksud sebenarnya dari hal
yang menyebabkan Chitanda merasakan ‘ada sesuatu yang ganjil.’ Sepertinya
pembicaraan ini tidak akan terjadi cukup lama. Aku mulai bicara.
“Labu itu
sangat besar, kan.”
Chitanda
memiringkan kepalanya.
“Itu labu
jenis Cucurbita pepo [Jenis labu
paling umum.], jadi sebenarnya itu cukup tidak besar kalau dibanding…”
Nadanya
tiba-tiba berubah.
“Kau mungkin
bisa memegangnya dengan tanganmu melingkarinya, kan? Setidaknya, itu lebih
besar dari kertas karton yang kau gunakan untuk membuat tanda Klub Sastra
Klasik.”
Dia melihat
tandanya lagi, lalu akhirnya mengangguk membenarkan.
“Itu benar. Labunya
jauh lebih besar.”
“Labu itu
ditempatkan di salah satu sisi meja, sementara sisi lainnya ada kompor gas,
terlebih lagi di antaranya ada dua anggota Klub Penjualan Gula yang sangat
aktif mengurusi kue. Di meja kita hanya ada kita berdua duduk bersebelahan, dan
sudah terasa kram.”
“Benarkah?
Kau merasa kram?”
Sudah ku
duga, dia sama sekali tidak merasakannya.
Kesampingkan
dulu hal itu untuk sekarang, karena kita sedang melihat meja tersebut lewat
celah dari banyaknya siswa yang terus berlaluan, dan arahnya mejanya agak
saling sudut menyudut dari meja kami, mungkin sulit baginya untuk melihatnya.
Jawaban untuk pertanyaan Chitanda sebenarnya sangat sederhana.
“Meja milik
Klub Penjualan Gula lebih besar dari milik kita. Ketika aku menata meja kita
tadi, aku sadar ada beberapa klub yang menggunakan meja berukuran besar. Kau
tidak tahu kan mejanya memiliki ukuran yang berbeda-beda. Bukankah itu kenapa
kau merasa ada perasaan aneh yang membuatmu tidak nyaman?”
“Ah…”
Suara
Chitanda keluar.
Akan tetapi,
wajahnya tidak bersinar.
“Mejanya
merupakan meja berukuran besar. Kau bisa tahu dari jarak antara labu dan kompor
gas. Aku tahu. Tepat seperti yang kau bilang, aku tidak menyadarinya. Tapi aku
merasa kalau ada sesuatu yang lain. …Kalau begitu, kenapa mereka punya labu di
sana?”
Dan sekarang
kita sampai ke ‘kenapa’. Itu merupakan pertanyaan yang susah.
“Apakah
harus ada alasan dalam dekorasi? Menyerahkan kue sementara menggunakan tema
Halloween sangat masuk akal, kan?”
Meskipun sekarang
benar-benar bukan waktu yang pas.
Chitanda
kembali melihat Klub Penjualan Gula.
“Biarkan aku
mengganti pendapatku sedikit. Jika mereka tidak punya labu di sana, apa yang
akan terjadi?”
Ketika dia
bertanya itu, aku mencoba untuk membayangkannya. Apa yang akan terjadi jika kau
mengambil labu itu, dan di meja hanya ada sebuah kompor gas dan ceret.
“Mejanya
akan terlihat kosong dan menyisakan banyak ruang.”
“Aku
setuju.”
Lalu dia mengalihkan
pandangannya ke diriku dan bicara perlahan, seakan dia menekankan poin
utamanya.
“Jika labu
itu tidak ada di sana, tidakkah kau pikir Klub Penjualan Gula akan bisa
melakukan lebih banyak hal dengan ruang kosong itu?”
Aku merasa
paham apa yang dia maksud.
Kalau
labunya hanya digunakan sebagai dekorasi, Klub Penjualan Gula hanyalah membatasi
ruang yang mereka punya. Terlebih lagi, meskipun mereka melakukannya, tidak terlihat
mereka kram sama sekali.
Ini artinya
mereka punya ruang meja yang sangat berlebihan. Dipikir-pikir kenapa mereka
diberi meja berukuran besar.
“Jadi kau bilang
kalau meja berukuran mereka itu besar itu sia-sia?”
Chitanda
sedikit menggelengkan kepalanya.
“Bukan itu
yang aku katakan. Hanya saja mereka terlihat menggunakan ruang yang sama dengan
kita yang punya meja lebih kecil. Kalau begitu, kenapa mereka diberi meja yang
besar?”
Merupakan
tanggung jawab Panitia Umum untuk membagikan tempat untuk kami. Pada dasarnya,
mereka juga menentukan klub mana yang mendapatkan meja besar. Contohnya, jika
secara fisik klub yang membutuhkan banyak ruang seperti Klub Band Alat Musik
Tiup mendapatkan meja berukuran besar, tidak ada yang akan memikirkannya dua
kali. Tetapi, Klub Penjualan Gula tidak membutuhkan banyak ruang. Bahkan saat
itu, hanya ada dua orang yang mempromosikan klubnya.
Aku bisa memikirkan
beberapa alasannya, bagaimanapun, mungkin itu akan menerangkannya.
“Kemungkinan
pertama: Ada banyak meja besar, dan semua klub yang benar-benar membutuhkannya sudah
mendapatkan meja berukuran besar, jadi ada sisa. Sehingga, bahkan Klub
Penjualan Gula juga mendapatkannya.”
“Aku kau
benar-benar berpikir seperti itu?”
Mendengar
respon sungguh-sungguh dari teori setengah ngasal
itu hampir membuatku menelan kembali ucapanku.
“Tidak
begitu sih…”
“Aku juga
tidak berpikir demikian. Karena kalau itu penyebabnya, maka tidak adil bagi
Klub Fotografi maupun Klub Penyusunan Bunga yang terlihat kesusahan di sana itu.”
Aku bisa
melihat Klub Fotografi benar-benar menenggelamkan kumpulan foto mereka karena
tidak cukup ruang yang tersedia, tapi Klub Penyusunan Bunga yang Chitanda
tunjuk bahkan dalam kondisi yang lebih buruk. Karena mereka ingin menyusun
sebaris susunan bunga yang indah di meja mereka, tapi akhirnya malah mirip seperti
hutan yang penuh dan sesak dibandingkan mirip koleksi karangan bunga, dan
terlebih lagi, kau bahkan tidak bisa melihat wajah-wajah anggota klubnya.
Mereka mungkin menyusun satu karangan bunga per orang tanpa memikirkan
dampaknya dan langsung keluar dari ruang kelas. Di samping itu, sebenarnya aku
tahu kalau tidak ada meja besar yang kelebihan atau tersisa.
Meja besar
dibagikan kepada klub yang punya banyak barang untuk dipamerkan, kalau Klub
Penjualan Gula diberi meja ukuran normal. Inilah yang seharusnya terjadi. Tapi
kenapa tidak?
“Kemungkinan
kedua: Klub Penjualan Gula mempunyai ikatan dengan Panitia Umum, dan menyuap
mereka dengan memanfaatkan koneksi tersebut untuk mendapatkan meja yang besar.”
Mendapatkan anggota
baru merupakan masalah kesiapan; mereka yang ceroboh masuk ke festival ini
tanpa sebuah rencara menyerang, adalah orang yang bodoh. Setelah cukup lama,
Chitanda mempunyai pandangan sedih pada matanya. Apakah dia putus asa akan
kejamnya pemikiran dingin ini? Akhirnya, dia menjawab.
“Jadi
setelah melakukan itu dan mendapatkan meja yang besar, mereka berdua…”
“Meletakan
labu besar pada meja tersebut.”
Tidak, itu salah.
Ada sebuah alasan yang berlawanan dengan itu. Jika mereka tidak memanfaatkan
ruang tambahan tersebut secara efektif, maka tidak ada alasan untuk susah payah
mendapatkannya.
Jika aku
berasumsi mereka mendapatkannya secara dengan bebas, maka mungkin mereka mendapatkan
meja yang besar bukan karena mereka membutuhkannya, tapi untuk membuat klub
lain yang membutuhkannya bakal rugi.
Dengan
hipotesis ini, Klub Penjualan Gula mengamankan sebuah meja yang besar untuk
mengganggu klub lain. Sepertinya memang bukan itu perkaranya, tapi dunia kemungkinan
memang sering jauh berbeda dari kenyataan. Aku tidak percaya mereka akan bertindak
sejauh itu, dan aku tidak berpikir Chitanda juga demikian.
“Ayo
kesampingkan dulu hal tersebut. Waktunya kemungkinan ketiga.”
Di dalam,
jauh di sana, aku berpikir kalau yang ini adalah jawaban yang benar.
Menyebutkan dua hal tadi itu… yah.. aku hanya menghabiskan banyak waktu.
Butuh
sedikit waktu untuk menemukan perkataan yang pas.
“Klub
Penjualan Gula mengisi formulir permohonan untuk menggunakan barang tertentu,
dan mereka diberi meja besar karena mereka memerlukan ruang untuk tujuan
keamanan.”
“Benda apa
itu?”
Ada sesuatu
yang kau butuhkan dengan harus menggunakan izin khusus.
“Api. Kompor
gas di atas meja.”
Ketika
mendengar ini, Chitanda memalingkan kepalanya dan sekali lagi melihat ke arah
Klub Penjualan Gula.
“Klub
Penjualan Gula diberi sebuah meja yang besar untuk menggunakannya. Bagaimanapun
juga, akan berbahaya menggunakan api di ruang yang sempit. Akan tetapi, mejanya
terlalu besar hanya untuk kompor gas. Akhirnya mereka menambahkan labu di sisi
lain dari meja supaya terlihat bagus dan elok. Apakah ini kedengaran benar
untukmu?”
Dengan ini,
aku yakin aku telah menyelesaikan misteri di balik labu tersebut. Butuh memakan
lebih banyak waktu daripada yang ku duga, tapi Chitanda pasti puas dengan ini.
Betapa
naifnya aku. Chitanda terus memandang meja Klub Penjualan Gula, juga anggota
klub yang selalu penuh semangat membagikan kue dan teh hitam.
Setelah
kecemasan-dalam waktu hening, Chitanda perlahan menghadap diriku.
“Aku tahu.
Aku harap aku bisa menyebutnya sebuah deduksi yang luar biasa, akan tetapi…”
Aku juga
melihat ke benda yang Chitanda terus lihat. Sebuah termos. Cangkir-cangkir
kertas. Sebuah kompor gas di atas meja dan ceret.
“Kompor gasnya tidak digunakan.”
Sudah cukup,
apinya bahkan tidak menyala saat itu. Kau bisa mengetahuinya hanya dengan
melihatnya. Tapi bahkan kalau itu alasannya, apa yang dimaksud Chitanda
tidaklah masuk akal.
“Apa yang
kau katakan? Hanya karena mereka saat ini tidak menggunakannya bukan berarti
mereka nanti juga tidak akan menggunakannya.”
Sekarang,
mereka menuangkan teh dari termos, akan tetapi, jika mereka terus
membagikannya, mereka nanti akan kehabisan teh tersebut. Ketika itu terjadi,
mereka pasti akan menyalakan kompor gas untuk menghangatkan cadangannya. Bahkan
seorang anak TK pun tahu itu.
Chitanda
tiba-tiba menggerakkan wajahnya mendekatiku. Aku yang menggerakkan mataku ke
atas membuat mata kami bertemu. Sepertinya matanya menembus masuk melewati
semuanya ke sisi paling rendah di hatiku.
“Oreki-san, barusan
kau berpikir kalau aku bodoh kan.”
“Aku tidak
mengatakannya…”
“Kalau
begitu, apa kau pikir aku orang tolol?”
Aku pikir
kalau itu masuk akal kalah bahkan anak TK pun juga memahaminya.
Chitanda
menyandar ke kursinya dan mulai bicara dengan nada kesal.
“Bukannya
aku mengatakan banyak hal tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Aku tahu ketika
aku sedang melihat dengan teliti pada meja itu.”
Chitanda
punya indera penglihatan, pendengaran dan penciuman yang mengagumkan. Indera
perasanya juga mungkin sama. Mungkin dia mempunyai sesuatu yang tidak aku
ketahui sebagai hasil kelima inderanya tersebut.
“Apa yang
kau lihat?”
“Tidak ada
yang kau tidak bisa.”
Dia mungkin tidak
merajuk. Dia sedang mentantangku. Sialan
kau, aku berpikir lalu mengencangkan mataku untuk mencari sesuatu.
Aku pikir
aku tidak bisa mengatakan kalau tidak ada yang mencurigakan.
“Ceret itu
sepertinya jenis baru. Tidak terlihat kalau sudah digunakan pada api bahkan
sekali pun.”
Saat mengatakan
itu, sebenarnya tidak mungkin tahu kalau ceret itu belum pernah digunakan hanya
dari pengamatan. Aku melihat sekilas Chitanda, dan aku bisa melihat dia tersenyum
tipis tanpa melihat ceret tersebut, seperti dia akan mengatakan apapun
kapanpun. …Yang mungkin maksudnya mengatakan kalau bukan seperti itu.
“Klub
Penjualan Gula memberikan teh hitam. Mereka menuangkannya dari termos ke
cangkir kertas. Saat mereka kehabisan teh, mereka akan merebus lagi, tentu
saja.”
Tunggu dulu,
itu tidak benar. Kau tidak mendidihkan teh hitam.
Ah, jadi
begitu. Meskipun Klub Penjualan Gula benar-benar merebus air dari situ, apakah
ada sesuatu yang mereka bisa lakukan hanya dengan itu?
“Aku sekarang
paham. Kau sedang membicarakan teh hitamnya, kan?”
“Tepat
sekali,” dia menjawab, dengan penuh percaya diri. “Klub Penjualan Gula
membagikan kue dan teh hitam. Meskipun mereka mendidihkan air, tidak akan
berguna jika mereka tidak punya daun tehnya, terlebih, aku belum melihat daun tehnya
di mana pun di meja mereka. Mereka pasti sebelumnya sudah membuat teh di suatu
tempat lalu menuangkannya ke termos.”
Meski aku
mengakui panca inderanya luar biasa, terkadang aku juga mengakui kalau
pengetahuannya juga sama luar biasanya. Aku tidak merasa kesal karena
dikalahkan olehnya, tapi aku menjawab dengan ketus.
“Mungkin persediaan
utama teh hitamnya sudah ada di termos. Yang mereka butuhkan adalah menambahkan
air yang sudah mendidih sehingga jadilah teh hitam. Atau mungkin daun tehnya
ada di ceret.”
Setelah aku
mengatakan ini, mata Chitanda melebar.
“Oreki-san…
jangan bilang kau belum pernah membuat teh hitam?”
Aku terdiam.
Itulah hal
sebenarnya. Aku lebih suka kopi, tapi ketika aku ingin minum teh hitam, aku beli
dari vending machine. Jadi, aku tidak
pernah perlu membuat teh untuk diriku sendiri. Rasanya aku mengakui sifat
hidupku yang menyedihkan, jadi aku tidak ingin mengatakannya secara keras.
“Jika kau
melakukannya, tehnya akan terasa pahit. Itulah kenapa tehnya dibuat di ceret
teh dengan saringan yang bisa dilepas dan kenapa bungkus daun tehnya punya
rekomendasi untuk sekali pakai. Contohnya, meskipun kau menggunakan kantong
teh, maka kau akan menarik kantongnya lagi setelah cukup waktu.”
“Begitu ya?”
“Ya seperti
itu.”
Jadi begitu.
Aku tidak begitu tahu secara mendetail, tapi setidaknya aku bisa memahami kalau
ada sesuatu yang salah dengan fakta kalau mereka tidak mempunyai daun teh
ataupun panci yang digunakan untuk membuat teh.
Artinya
kalau teh hitam yang sudah mereka siapkan di termos merupakan semua yang mereka
punya, dan kompor gas di situ bukan untuk membuatnya lagi.
Berbagai hal
menjadi bertambah ganjil.
“Aku rasa
ini berarti kalau Klub Penjualan Gula tidak berencana untuk menggunakan kompor
gas yang mereka siapkan sedari awal. Kalau begitu itu tepat seperti labu itu;
hanya untuk sebuah hiasan.”
Aku berpikir
sejenak.
Meskipun
mereka tidak menggunakannya, aku masih berpikir kalau hipotesisku tentang
mereka diberi meja besar setelah meminta persetujuan untuk menggunakan kompor
gas itu benar. Bagian yang aneh adalah bagaimana mereka tidak sepertinya tidak
menggunakannya. Lalu apa artinya?”
“Apa ya.”
Tidak
terduga, ini adalah awal sebuah masalah. Aku awalnya ikut berpikir sampai hanya
untuk membuang-buang waktu, tapi ternyata malah membawaku sampai ke sejauh ini.
Secara tidak sengaja, aku diburu dengan kegelisahan ini, aku berbalik dari
Chitanda. Secara bersamaan dia juga memalingkan pandangan matanya.
Lalu kami
berdua menyadari seseorang berdiri di depan kami.
Kulit
berwarna coklat di bawah langit berawan di musim semi. Potongan rambut pendek.
Sebuah wajah dan aura wajah yang memberi
kesan sifat enerjik dan berani. Dengan jaket tebal yang menyembunyikan jenis
kelamin si pemakainya tidak dikancing, menunjukkan kemeja dan dasi di dalamnya.
Pada waktu yang sama, Chitanda dan aku melihat seorang gadis berdiri di depan
kami. Bukannya aku lupa kalau kami berada di tengah Perayaan Perekrutan Baru,
tapi aku tidak berpikir ada yang benar-benar akan datang ke meja kami. Berapa
lama dia sudah berdiri di situ?
Kami berdua
hanya duduk di situ tercengang dan tidak bisa berbicara, gadis tersebut
memasukkan tangannya ke dalam saku jaket dan sedikit menundukkan kepalanya.
“Hai yang di
sana.”
Lalu dia
tersenyum cerah.
Chitanda menjadi
orang pertama kembali tersadar.
“O… oh, um,
apakah kau mungkin tertarik untuk bergabung? Namaku Chitanda. Aku ketua klubnya.”
Gadis
berjaket itu tersenyum lagi lalu menjawab.
“Sebenarnya
tidak, tapi aku sedang berjalan-jalan dan melihat banyak klub, dan akhirnya aku
melihat kalihan terlihat sedang membicarakan sesuatu yang menarik di sana.
Namaku Oohinata. Aku kelas satu.”
Ini kali
pertamaku mendengar nama itu. Tidak selangka nama “Chitanda,” tapi nama
“Oohinata” juga sangat khas, jadi aku merasa kalau aku tidak akan melupakannya.
Meski itu tidak seperti diriku yang biasanya. Bagaimanapun juga aku biasanya
tidak bagus dalam mengingat berbagai hal seperti nama dan wajah.
Terlebih
lagi, rasanya aku pernah melihat wajahnya di suatu tempat. Hanya ada satu
alasan bagiku untuk mengetahui wajah seorang siswa kelas satu.
“SMP
Kaburaya?”
Oohinata melihatku
dan tersenyum seakan dia sangat bahagia.
“Ya,” dia
mengangguk. Dia orang yang sangat berterus terang.
“Aku tahu.”
Tepat
seperti yang ku duga, dia dulu seorang adik kelasku. Aku tahu aku harusnya
mengatakan sesuatu tentang SMP Kaburaya, tapi tidak sesuatu yang benar-benar
aku ingin tanya atau bicarakan, jadi aku tetap diam.
Chitanda
mulai berbicara.
“Nah, kami
sekarang sedang merekrut anggota baru, jadi bagaimana? Di Klub Klasik kami
melakukan… berbagai macam hal.”
Imbuhan yang
bagus.
“Aku tidak
tahu, sepertinya agak ribet. Kalian membaca hal-hal seperti budaya klasik
bahasa China, kan? Maksudku aku rasa aku sangat menyukai pembelajaran bahasa
Jepang dan semua…”
“Tidak, kami
tidak melakukan hal-hal semacam itu. Tentu saja, jika kau ingin kami juga bisa
melakukannya.”
“Begitukah?
Tapi meski…”
Aku tidak
tahu apakah Oohinata mendengar sesuatu di langit , tapi dia tiba-tiba
membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke Chitanda.
“Ini hanyalah
sesuatu yang temanku katakan padaku, tapi orang-orang harus menyelesaikan apa
yang mereka mulai. Jadi? Bagaimana dengan labu itu?”
“Ap…?”
Begitu ya.
Dia mendengarkan kami secara diam-diam, huh?
“Dari mana
kau mulai mendengarnya?”
“Umm,” dia
berpikir sambil mengerutkan bibirnya, “Dari saat kau bilang padanya kalau dia
bisa pergi mendapatkan beberapa kue kalau dia menginginkannya.”
“Itu sih dari
awal!”
Chitanda
mengatakannya sesuatu seperti sebuah teriakan. Pipinya menjadi terlihat
memerah.
“Kau
mendengar semuanya? Itu sangat memalukan.”
Kau bisa
benar-benar menyebut sebuah percakapan seperti itu memalukan?
Reaksi yang
sangat tidak terduga itu bahkan membuat Oohinata bingung.
“Um, aku
minta maaf. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk mendengar semuanya. Hanya
saja… aku sangat penasaran tentang labu itu ketika aku mendengar kalian
membicarakannya, jadi aku berhenti berjalan dan bermulai dari situ. Aku tidak
bisa menahan penasaran berapa lama kalian akan terus memikirkan tentang labu
itu, hanya itu.”
Dia langsung
menurunkan kepalanya.
“Aku
benar-benar minta maaf.”
“Tidak… itu
tidak apa-apa.”
Saat
Chitanda mengatakan ini, dia menaruh tangannya ke mulut seakan dia mau batuk.
Oohinata juga memasang ekpresi malu untuk sesaat, tapi dia segera kembali ke
dirinya yang sebenarnya.
“Jadi,
bagaimana dengan labu itu?”
Selain
Chitanda, kenapa tingkat penasaran siswa kelas satu ini juga sangat membara
tentang hal seperti itu. Seperti yang aku pikirkan, bagaimanapun, aku tahu aku
akan melanjutkannyalagi. Aku mengingat-ingat tentang apa yang tadi terakhir sedang kami bicarakan.
“Jika aku
mengingatnya dengan benar, kami sedang membicarakan tentang kompor gas yang
tidak digunakan.
“Kenapa mereka
bisa menempatkan sebuah labu sebagai hiasan itu karena mereka punya meja
berukuran besar.
“Kenapa
mereka diberi meja berukuran besar itu karena mereka mengisi formulir permintaan
untuk menggunakan kompor gas.
“Akan
tetapi, pada kenyataannya, mereka tidak menggunakan kompor gas. Ada yang aneh.
Kami mengakhirinya di sekitar itu.”
Aku melihat ke
arah Chitanda saat aku mengatakan ini, tapi dia menurunkan matanya ke bawah
tanpa merespon apapun. Bagaimanapun juga sepertinya dia sangat malu. Sejak
Chitanda bergabung ke klub, dia telah membawa berbagai masalah dari satu ke
yang lain, dan ini pertama kali aku melihatnya seperti ini. Apa yang sedang dia
begitu sadari?
“Jadi
bagaimana dengan ini kalau begitu?” Oohinata bertanya dengan suara yang seperti
sedang bersaing dengan keributan di sekitar. “Mereka sebenarnya berencana
menggunakan kompor gas untuk sebuah alasan tertentu yang tidak ada kaitannya
dengan membuat teh hitam, tapi rencana mereka berubah, dan mereka pada akhirnya
tidak membutuhkannya. Mengesampingkan manfaat kegunaannya, mereka merasa mereka
perlu meletakkan kompor gas di meja tersebut meski mereka tidak akan
menggunakannya.”
“Menarik.”
Dia pasti
sangat memperhatikan percakapan kami sehingga dia bisa membuat deduksi seperti
ini. Meskipun, tidak bisa dibilang kalau itu benar.
“Akan tetapi
jauh sebelumnya mereka pasti sudah merencanakan kalau mereka akan membagikan
teh hitam dan gula-gula. Kalau begitu, mereka tidak tiba-tiba merencanakannya
hari ini. Sedikit tidak konsisten menganggap mereka sudah lama merencanakan
membagikan teh dan gula-gula saat mereka juga mempunyai rencana untuk menggunakan
kompor gas untuk tujuan yang berbeda.”
“Kita tidak
semestinya tahu kalau itu penyebabnya, kan? Jika mereka punya bahan-bahan serta
tehnya, bukankah mereka bisa membuatnya kapanpun bahkan jika mereka baru
merencanakannya hari ini? Jika mereka mulai membuatnya pagi hari, bukankah
mereka bisa menyelesaikannya pada sore hari?”
Itu benar
kalau Klub Penjualan Gula kemungkinan besar punya bahan-bahan kue yang sudah
siap jika suatu saat mereka membutuhkannya. Tapi bukan itu masalahnya. Aku
mengangkat tanganku dan menunjuk ke benda yang menjadi pertanyaannya.
“Tentang
kuenya memang benar, akan tetapi spanduk mereka bukanlah sesuatu yang bisa kau
buat dalam waktu yang sama.”
Spanduk
besar yang bertuliskan “Bersiaplah untuk Waktu Minum Teh” dibordir dengan
banyak manik-manik. Pasti sangat sulit untuk menjahit seluruh benda itu di antara
waktu pelajaran.
“Mereka jauh
sebelumnya sudah menentukan tentang tema ‘waktu minum teh’, dan akhirnya,
mereka bisa memanfaatkan waktu untuk membuatnya.”
“Apaaa…”
Oohinata
tidak puas.
“Yah, aku
rasa jika kau mengatakan seperti itu maka aku harus setuju. Ini sangat sulit.”
Melihatnya,
aku tidak bisa menahan perasaan kalau sepertinya aku membuat sebuah kesalahan.
Aku sama sekali tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi kepada Oohinata, jadi mungkin akan lebih mudah kalau mengatakan sesuatu
seperti ‘kau mungkin akan cocok kalau berada di sana’. Sebagai pendukung
penghemat energi, aku telah membuat pilihan yang salah.
“Kalu itu
penyebabnya, coba kita lihat…”
Dia mulai
berpikir lagi. Mengingat Oohinata bukanlah satu-satunya orang yang menganggap
labu itu aneh, dia kelihatannya sangat bersemangat tentang semua masalah ini.
Dia mengatakan sesuatu seperti harus selalu menyelesaikan apa yang kau mulai,
tapi mungkin saja itu sebenarnya merupakan mottonya sendiri.
Karena sepertinya
dia tidak bisa memikirkan apa-apa lagi, Oohinata mulai memandang dengan penuh
ancaman ke Klub Penjualan Gula dan mulai mengatakan berbagai hal seperti
“Bagaimanapun juga, sudah diputuskan kalau mereka bukanlah orang-orang yang
baik.”
“Perkataanmu
sangat kejam. Meskpuni kau bilang begitu, aku membayangkan diriku melahap
kue-kue mereka.”
“Apa mereka
datang ke sini dan membagikannya?”
“Mereka datang
untuk menjualnya selama festival kebudayaan. Jadi bagaiamanapun, kenapa kau
bilang mereka orang-orang jahat?”
Oohinata
sekali lagi memandang sekilas Klub Penjualan Gula lalu bicara dengan penuh
percaya diri.
“Ini hanyalah
sesuatu yang temanku katakan padaku, tapi sepertinya orang-orang yang tidak
menggunakan tanda nama selalu bersifat curang.”
Aku
penasaran tentang itu. Aku rasa aku lebih suka tidak mengenakan tanda nama yang
terkait pada dadaku dan bertuliskan ‘Houtarou Oreki’ ke mana pun aku pergi.
Atau mungkin itu sejenis kalimat kiasan.
Saat aku
bingung untuk menjawab apa, Chitanda tiba-tiba mengangkat kepalanya.
“Itu dia!”
“Ap… Apa
itu?”
“Oohinata-san
mengatakannya dengan tepat. Betapa indahnya, itulah hal yang terjadi sebenarnya.”
Oohinata
yang takut mundur. Chitanda, jangan takut-takuti siswa kelas satu ini.
“Apa yang
sedang kau bicarakan?”
Ketika
mendengar ini, rasanya Chitanda menggali sebuah lubang di dalam kepalaku dengan
tatapan tajamnya.
“Aneh kalau
labu itu diletakkan di situ.”
“Bukankah
itu alasan kenapa kita memulai percakapan ini?”
“Bukan,
bukan itu. Aku sedang bicara tentang ini.”
Saat dia
mengatakannya, dia menunjuk ke benda yang ada di meja kami, papan tanda
bertuliskan “Klub Klasik.”
“Aku tahu
aku berpikir ada sesuatu yang aneh. Faktanya kalau Klub Penjualan Gula itu kekurangan
sesuatu.”
Di sebelah Chitanda
yang sangat bersemangat, Oohinata yang takut bertanya.
“Um… dari tadi kalian berdua terus menyebut Klub
Penjualan Gula, tapi apa kepanjangannya?” [Mereka menyingkat ‘Klub Penelitian
Penjualan Gula’ menjadi ‘Klub Penjualan Gula’, dalam Bahasa Jepang menyingkat
sesuatu seperti ini akan membingungkan bagi mereka yang tidak tahu apa
kepanjangannya.]
“Kau tahu!?”
Ketika dia
mengatakan itu, aku akhirnya menyadarinya. Klub Penjualan Gula tidak mempunyai
sesuatu yang seharusnya mereka punya.
Tak bisa
dipercaya. Aku terbiasa dengan SMA Kamiyana sehingga aku melewati sebuah fakta
penting begitu saja. Hanya dengan melihat mereka berdua yang enerjik, aku tahu
mereka dari Klub Penelitian Penjualan Gula. Akan tetapi…
“Jadi
begitu. Mereka tidak punya sebuah tanda.
‘Klub Penelitian Penjualan Gula’ tidak tertulis di mana pun, di meja maupun
pada spanduk mereka.”
“Tepat
sekali. Meskipun mereka merekrut anggota baru, mereka tidak mempunyai nama klub
mereka di mana pun, yang seharusnya menjadi hal penting ketika mereka sedang melakukan
itu, dan melihat sesuatu seperti labu di sana malah membuatku penasaran.”
Mengabaikan
Oohinata seraya dia mengangguk dengan penemuan gagasan baru tentang singkatan
tulisan Klub Penelitian Penjualan Gula, aku mulai berpikir.
Apakah itu
kelalaian mereka? Tidak, itu tidak mungkin. Untuk sebuah klub yang sangat
berusaha keras untuk Festival Perekrutan Anggota Baru seperti mereka yang membuat
spanduk sangat berlebihan, kelalaian seperti itu harusnya tidak mungkin terjadi.
Lalu, apakah
seperti yang Oohinata sebutkan tadi? Apakah Klub Penjualan Gula telah melakukan
sesuatu yang sangat curang sehingga mereka tidak memajang nama klub mereka?
Apakah sesuatu seperti itu mungkin terjadi? Pertama-tama, siapa yang akan menerima
dari aksi curang itu?
Apakah ada
kaitannya dengan kompor kas yang mereka dapatkan dari izin khusus untuk mereka
gunakan tapi malah tidak digunakan sama sekali?
Banyak
teriakan yang terdengar di telingaku. Klub Kuis, Klub Debat, Klub Fotografi,
Klub Penyusunan Bunga, Klub Memasak, Klub Astronomi, dan sekarang, Klub
Penelitian Penjualan Gula.
“Oreki-san?”
Aku
menghadap Chitanda.
Aku merasa
aku tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Itu karena tempat di mana labu itu
berada bukanlah milik Klub Penjualan Gula.”
Aku langsung
memaparkan sebuah kesimpulan.
Pada
dasarnya banyak proses yang dilewati untuk menyimpulkan hal ini, jadi Chitanda
menatapku bingung.
“Apa
maksudmu itu bukan milik mereka?”
“Nah…
mungkin akan lebih baik kalau aku menjelaskannya secara urut.”
“Pada
dasarnya, seperti ini.
“Jika ada
sebuah klub yang mengisi formulir untuk menggunakan kompor gas di atas meja, maka
klub itu akan diberi meja yang besar. Akan tetapi, pada hari berlangsungnya
acara, klub yang datang ke meja itu, Klub Penelitian Penjualan Gula, sama
sekali tidak membutuhkan kompor gas. Kenapa?
“Itu karena klub yang meminta izin
untuk menggunakan kompor gas bukanlah Klub Penjualan Gula.”
“Yang berarti…”
Chitanda menutup mulut dengan tangannya. “Mereka mencuri meja itu?”
Duo periang
dari Klub Penjualan Gula itu mencuri? Tidak, tidak seperti itu.
“Apa yang
aku katakan adalah mereka menukar mejanya,
Klub Penjualan Gula dan siapapun yang meminta kompor gas itu.”
“Ini
menjelaskan kenapa mereka seakan meminta izin untuk menggunakan kompor gas padahal
sebenarnya tidak membutuhkannya. Karena mereka tidak mempunyai rencana
menggunakan meja besar, mereka membawa sebuah labu untuk mengisi ruang kosong.
Itu juga kenapa mereka tidak mempunyai sebuah tanda. Mereka mungkin tidak
meletakkan tandanya untuk mengakali Panitia Umum yang akan sadar mereka tidak
mematuhi peraturan penempatan meja.”
“Ta… tapi…”
Sepertinya hal
ini tidak bisa langsung dipercaya, Chitanda menggelengkan kepalanya.
“Kalau
memang itu yang terjadi, berarti klub yang sebenarnya diberi meja itu akan
dirugikan. Kenapa mereka melakukannya?”
Tanpa
langsung menjawab, aku membuat gerakan isyarat untuk menunjukan banyaknya
jumlah klub yang secara ketat saling berdampingan di sepanjang taman di
sekeliling kami.
“Di suatu
tempat di halaman ini ada sebuah klub yang seharusnya menggunakan sebuah kompor
gas tapi mereka tidak menggunakannya.”
“Kau tahu
kau tidak perlu membuang-buang banyak tenaga,” potong Oohinata dari sisi
samping. “Jika kau bicara tentang klub yang menggunakan api, maka tidak akan
terlalu banyak klub yang menggunakannya entah bagaimanapun kau melihatnya.”
Oh siswa
kelas satu yang naif nan manis. Kau meremehkan jumlah dan macam klub di SMA
Kamiyama. Aku tidak tahu batu apa yang kau tinggali di bawahnya, tapi bahkan
kalau ada suatu kesalahan kecil maka Klub Sastra Klasik mungkin saja berakhir dengan
menyajikan sebuah makan siang tempura dan sup daging babi, begitulah jenis
sekolah ini.
Aku bisa mengatakannya,
karena aku benar-benar terperas kering saat upacara tadi.
Chitanda
berbisik.
“Oh, itu benar.
Bagaimana mungkin aku melupakannya?”
Chitanda
juga memperhatikan orientasi di gedung olahraga tadi. Ingatannya jauh lebih
kuat ketimbang milikku, jadi tidaklah aneh kalau dia mengingatnya.
“Klub
Memasak, kan? Bukankah mereka mengatakan kalau mereka akan menraktir semua
orang dengan masakan tumbuhan pegunungan di meja mereka selama Festival
Perekrutan Baru?”
Aku
mengangguk.
Aku
penasaran apakah Klub Memasak membagikan makanan mereka kepada siswa-siswa
baru. Tidak, mereka tidak melakukannya. Bahkan sekarang mereka bilang kepada
siswa-siswa baru untuk datang ke ruang klub jika mereka ingin mencoba beberapa
makanan.
“Aku
penasaran apakah bahan-bahannya tidak datang tepat waktu.”
“Tumbuhan
gunungnya? Jika mereka cukup tangguh sampai memberikan meja besar mereka untuk
Klub Penjualan Gula, mereka bisa saja berbohong dan memasak beberapa masakan
palsu.”
“Sebuah
masakan palsu… Kau tidak bisa mengatakan mereka bisa menggunakan bahan-bahan
yang tersedia untuk membuat suatu masakan yang lain ya?”
“Mereka bisa
menggunakan bahan-bahan yang tersedia untuk membuat suatu masakan yang lain.”
Chitanda
memandang tajam kepadaku. Aku hanya mengatakannya karena dia menyuruhku…
“Bukan
begitu. Salahnya lebih besar. Sesuatu terjadi sehingga mereka tidak bisa
membagikan makanan ke siswa-siswa baru.”
“Mungkin
mereka tidak bisa menyingkirkan rasa pahit dari bumbunya. Tidak akan ada yang
ingin memakannya kalau itu perkaranya.”
“Sama saja.
Yang mereka butuhkan adalah membuat ulang masakan dengan bahan-bahan yang
tersisa sehinnga mereka akan baik-baik saja. Sesuatu yang lebih serius pasti
telah terjadi kepada mereka sampai rela menyerahkan meja besar begitu saja.
Dengan meja itu, mereka bisa menata semua peralatan memasak mereka dan masih
punya banyak ruang, tepat seperti Klub Penjualan Gula yang sekarang sedang
menikmatinya.
“Fakta kalau
Klub Memasak menukar meja dengan Klub Penjualan Gula dan merahasiakannya
berarti mereka pasti telah membuat kesalahan yang mereka tidak bisa laporkan.
Mereka mempunyai masalah yang sangat buruk samapi tidak boleh ada yang
penasaran kenapa mereka mempunyai meja besar dengan kompor gas tetapi mereka
tidak menggunakannya untuk membuat makanan apapun. Aku berani bertaruh; Klub
Memasak tidak akan memajang namanya di mana pun.”
Tepat
seperti yang Oohinata katakan, mereka yang tidak mempunyai tanda nama itu
curang.
Saat itu,
suaraku menjadi lirih. Mungkin karena sulit untuk mendengarku di antara sekitar
kegiatan dan kesibukan ini, Chitanda mendekatkan wajahnya kepadaku. Secara tak
disengaja, Oohinata juga membungkuk dan mendekatkan wajah coklatnya mendekat.
Dia orang pertama yang berbisik bertanya.
“Apakah ada
kesalahan seperti itu? Bukannya tidak setuju, tapi apa hal terburuk yang sebuah
klub bisa lakukan dengan masakan mereka? Entah bagaimana kau mengacaukannya,
kesalahan seperti apa yang bisa memaksa mereka untuk merahasiakannya?”
Jika dia
berpikir kalau itu benar-benar masalahnya, maka dia benar-benar naif.
“Ini
berhubungan dengan penanganan masakan. Bahkan sebuah toko akan dipaksa untuk ditutup
sementara apabila mereka membuat kesalahan semacam ini.”
“Tunggu,
maksudmu…”
Aku
mengangguk. Dan semakin melembutkan suaraku.
“Makanan
beracun.”
4 Comments
masih ada lanjutannya kah?
ReplyDeleteMasih ada kok, silakan cek aja.
Deleteok, lanjut,, chapter 2-2nya gan,,
Deletesangkyu
Chapter 2-2 masih dalam proses,soalnya lumayan panjang.
DeleteOke sama-sama.