Dialektika
adalah suatu pandangan filosofi dan analisis mengenai kontradiksi serta
bagaimana kontradiksi tersebut mendorong perubahan. Dialektika berasal dari
kata Yunani dialego, yang mempunyai
arti “untuk membahas”, “untuk mendiskusikan”.
Konsep
dialektika awalnya dicetuskan oleh Immanuel Kant. Kemudian lebih dikenal
sebagai “Dialektika Klasik” atau “Dialektika Hegel”, karena Friedrich Hegel-lah
yang menjabarkan dan mempopulerkannya.
Hegel
percaya ada 3 unsur tahapan realistis yang muncul dari kontradiksi: Tesis,
Anti-tesis, dan Sintesis.
· Tesis
adalah argumen atau pernyataan awal yang belum teruji kebenarannya. Tesis
memiliki sifat hipotesis, dugaan awal, atau segala anggapan yang dianggap
benar.
· Anti-tesis
adalah kontradiksi dari tesis, menjelaskan bagian-bagian yang salah dari tesis dengan
argumen baru yang menunjukkan ketidaksesuaian
tesis. Anti-tesis hadir sebagai negasi, membenturkan dan membalikkan nilai
kebenaran suatu tesis. Bagaimanapun, nantinya kebenaran tetap dipertahankan,
yang disangkal hanyalah sisi salahnya saja.
· Sintesis
adalah hasil kontradiksi dari tesis dan anti-tesis. Sintesis mempunyai sifat
yang mengevaluasi dan baru. Dalam hukum dialektik, dunia terus berkembang dan
bergerak, sehingga sintesis nantinya akan menjadi suatu tesis baru. Dan begitu
seterusnya tanpa henti, sampai dunia sampai pada titik absolute truth-nya.
Kita
sebenarnya sudah melihat proses dialektika dalam kehidupan sehari-hari.
Di sebuah ruang diskusi, Roni menyampaikan suatu argumen(tesis).
Dimas menyanggahnya dengan menyodorkan suatu teori yang
bertentangan dengan argumen Dimas(antitesis).
Dimas merevisi teorinya menjadi sebuah teori baru;
menggabungkan teorinya sendiri dengan teori dari Roni(sintesis).
Hegel ingin lewat dialektika kita mampu melihat dunia secara
realistis dan rasional. Bahwa suatu fenomena tidak terjadi begitu saja terjadi hanya
karena kebetulan. Bahwa suatu kondisi manusia tidak hadir semata-mata karena
hukum alam yang sudah menjadi jalan takdirnya, tanpa merperhatikan fenomena-fenomena
di sekelilingnya.
Melainkan percaya, suatu fenomena tidak bisa kita pahami
apabila berdiri sendiri, mengabaikan fenomena lain. Karena hubungan antar
fenomena dengan berbagai kondisi di sekelilingnya lah yang kemudian dapat
menjadi pertimbangan kita untuk menjelaskan fenomena tertentu.
Bagaimanapun, Hegel adalah seorang idealis. Dia menggagas
bahwa sejarah terdiri dari “spirit”, berbagai
unsur seperti pengetahuan, motif dan kebenaran. Begitulah Hegel menerapkan pemikiran
dialektikanya. Sifat keji dan tercela akan berkontroversi dengan sifat yang ‘terpuji’
untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Umat manusia akan mengerti makna
kehidupan dari kebenaran mutlak yang diperolehnya dari dialektika antar ide.
Pada dasarnya, Hegel mendasarkan dialektika pada ide dan
pikiran belaka.
Kemudian hadirlah Marx, juga mengikuti filosofi Hegel tentang
dialektika. Tetapi alih-alih menerapkannya pada konsep abstrak spiritualisme,
dia menerapkannya pada matter atau
materi (hal-hal yang memang benar nyata/
ada, dapat kita lihat di kehidupan sehari-hari). Marx adalah seorang
materialis, bukan seorang idealis layaknya Hegel.
Yang mana materi dan yang mana ide? Dijelaskan oleh Tan Malaka
dalam Madilog: “Yang matter, yaitu
yang mengenai panca indra kita. Jadi yang nyata, yang bisa dilihat, didengar,
dikecap, diraba dan dicium. Yang ide, ialah bentuk pengertian atau pikiran kita
tentang benda tadi dalam otak kita!”
Benda ada di luar otak kita,
dan pikiran adalah bayangan dari benda yang ada di dalam otak
kita.
Materialisme adalah suatu pandangan filosofi yang melihat
dunia dengan objektif berdasar benda-benda yang benar-benar ada sebagai pondasi
utama berpikir. Materialisme mengenal komponen-komponen utama dalam kehidupan yang
mempengaruhi bagaimana kita memandang dunia. Contohnya adalah bagaimana dalam
sistem kapitalisme, kondisi ekonomi sosial yang bisa kita lihat dan rasakan
sekarang ini, mendorong sifat masyarakat menjadi egois. Karena dalam
materialisme menganggap keegoisan manusia bukanlah sifat alami yang memang
sudah ada sedari awal, melainkan muncul akibat kondisi dan lingkungan sekitar.
Matter tidak muncul dari “ide”. Tetapi matter itu sendiri lah sumber yang
memunculkan ide – pemikiran. Bahwasanya penerapan paham materialisme dan
idealisme saling berseberangan.
Jadi apa bedanya,
dialektika klasik yang berlandas ide spiritual yang tadi kita
bahas,
dengan dialektika yang berlandas materi, atau biasa disebut
materialisme dialektik?
Materialisme dialektis adalah suatu pendekatan berpikir secara
dialektis berdasarkan konsepsi materialisme. Alih alih mengamati “spirit” yang
abstrak, kita melihat hal-hal yang lebih nyata; kelas sosial, kepemilikan
barang, hasil produksi dll.
Dan bahwa perkembangan keadaan/ realitas yang muncul dari
zaman dahulu (sampai sekarang) adalah efek dari perjuangan kelas; yang
memunculkan perubahan secara nyata dan sifat di setiap tahapannya.
Salah satu contohnya adalah bagaimana kelas borjouis
menentang sistem feodal dan berhasil menggantinya dengan sistem kapitalisme,
yang saat itu dianggap sebagai opsi yang lebih baik. Bagaimanapun, kapitalisme
bukanlah suatu sistem yang bisa kita terapkan selamanya. Kapitalisme hanyalah
sistem yang “lesser evil” dibandingkan
dengan feodalisme. Kegagalan kapitalisme lekas akan disadari kelas proletar,
sampai kelas proletar akan menentang kelas borjuis (dan sistem kapitalisme)
untuk menggantikannya dengan sistem sosialisme.
Secara kasar, tesis – antitesis – sintesis dapat dituliskan berurutan
sebagai: borjuis, proletar, masyarakat tanpa kelas dan atau feodalisme,
kapitalisme, sosialisme.
0 Comments